PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SECARA TRADISIONAL DAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL


Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbaharui (ekstrkatif). Keterdapatan mata air disuatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan,permeabilitas, topografi, sifat hidrologi lapisan pembawa air, dan struktur geologinya (Todd, 1980). Namun makin bertambah jumlah penduduk di muka bumi ini, makin banyak air yang dibutuhkan, sedangkan ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan di alam ini jumlahnya terbatas. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunia internasional untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan (GWP, 2000).
Sejalan dengan konsep IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air. Salah satunya adalah dengan diberlakukannya UU No. 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Namun perhatian pemerintah Indonesia dalam perhatiannya mengelola lingkungan ini dirasa kurang efektif, karena di lapangan, air sering menjadi permasalahan. Permasalahan pengelolaan air menurut (Asdak,2015) dikarenakan,  “pengelolaan sumber daya air dilakukan secara sektoral, misalnya tidak sinkronnya pengelolaan sumber daya air di hulu dan  hilir DAS dan terjadinya tumpang-tindih kebijakan konservasi air antar kementerian. Oleh karena itu, untuk menjembatani kesenjangan kerja sektoral tersebut perlu dirumuskan kebijakan nasional konservasi sumber daya air terpadu”. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air (Lestari DKK, 2016).
Nilai ekonomi akan berbeda di setiap lokasi karena ketersediaannya. Selain itu, nilai ekonomi akan semakin tinggi karena air menjadi salah satu input untuk proses industri berbagai produk yang memerlukan air, seperti industri yang memproduksi minuman. Pada suatu kondisi jumlah yang membutuhkan semakin meningkat maka potensi terjadinya konflik sangat besar, sehingga perlu berhati-hati dalam memanfaatkannya serta perlu praktik dan pengelolaan yang baik. Untuk menghindari konflik yang kemungkinan akan terjadi dimasa yang akan datang, maka diperlukan suatu pengelolaan dan konservasi terhadap sumber daya air.
Konservasi menurut (Randall,1982) merupakan alokasi sumberdaya antar waktu yang optimal secara sosial. Secara umum konservasi merupakan pengelolaan sumberdaya secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai. Upaya konservasi akan berjalan dengan baik jika ada kerjasama pemerintah dan masyarakat. Kearifan lokal dalam upaya pelestarian sumberdaya air di suatu wilayah sangat diperlukan. Pada taraf pelaksanaannya, kearifan lokal dapat dilihat dari partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya air. Faktor pengetahuan dan sikap adalah bagian penting dalam perilaku, oleh karena hal tersebut berpengaruh terhadap besar kecilnya partisipasi.
Secara umum kearifan lokal muncul melalui proses internalisasi yang panjang dan berlangsung turun temurun sebagai akibat interaksi antara manusia dengan lingkugannya. Proses evaluasi yang panjang ini bermuara pada munculnya sistem nilai yang terkristalisasi dalam bentuk hukum adat, kepercayaan, dan budaya setempat (Ernawi, 2009). Kearifan lokal yang tetap dijalankan dalam memelihara mata air, sering menjadi hal yang efektif bagi sebagi besar masyarakat di desa sehingga membuat mata air tidak pernah mengalami kekekeringan atau suatu masalah. Tanpa disadari pula kearifan lokal tersebut mengandung prinsip-prinsip kebelanjutan didalam pengelolaanya.
Selain memanfaatkan air ada pula bentuk konservasi berdasarkan kearifan lokal yang berdasar kepada etika serta moral pelestarian lingkungan dalam menjaga ketersedian air. Pengelolaan air sudah mulai terlihat dari pengelolaan sumber air. Sungai dirawat dan dijaga kebersihannya, tumbuhan atau pohon tetap dipelihara. Untuk wilayah tangkapan air terdapat banyak pepohonan tidak boleh ditebang dan dikeramatkan oleh warga desa, dan orang tidak boleh berbuat sesuatu yang tidak terpuji disekitar wilayah tersebut. Padahal semua maksud dan tujuan tersebut adalah untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Adapun bentuk pengelolaan air berbasih masyarakat dengan pendekatan kearifan lokalnya dapat digambarkan pada gambar berikut.

Pengelolaan berbasih masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal tersebut terdapat 3 tahapan. Pertama tahap identifikasi, pada tahap identifikasi dilahat kebutuhan air diperuntuhkan untuk apa saja, selian itu diidentifikasi pula daya dukung air ketika musim hujan dan musim kemarau. Lalau pada tahap kedua tahap perencanaan dan pelaksanaan, di identifikasi terlebih dahulu karakter masyarakat dan karakter sumber air yang ada. Karakter masyarakat berupa jumlah penduduk, pekerjaan, pendidikan, budaya dan tradisi. Sedangkan karakteristik air merupakan lokasi, debet, dan kualitas (Sudarmadji dkk., 2014). Setelah teridentifikasi lantas dibentuklah kelompok pengelola dimasyarakat. Pendekatan yang didasarkan kepada pendekatan partisipatif berdasarkan pendekatan kearifan lokal yang berada di tiap-tiap daerah berdasarkan karakteristik masyarakatnya. Dibantu oleh akademisi dan swasta, dalam hal ini akademisi dalam berperan aktif dalam pemberian pemahaman masyarakat akan pentingnya konservasi dan pengelolaan dimana masyarakat tentu butuh akan pasokan air untuk kehidupannya. Harapannya ketika masyarakat menjadi lebih paham akan meningkatan kepedulian dan partisipasinya.
Teknologi sederhana digunakan dalam pengelolaan air. Teknologi sederhana ini dimaksud untuk membantu pendistribusian (water share management) dengan adil. Misalnya air ditampung, kemudian dari penampung tersebut dengan pipa-pipa ukuran yang lebih kecil yang ditempatkan pada ketinggian yang sama air dapat didistribusikan dengan debit yang sama. Cara ini menunjukkan sifat kebersamaan dan keadilan dalam mendistribusikan air, sehingga setiap pengguna mendapatkan bagian yang sama. Prinsip kebersamaan inilah menjadi tanda atau ciri budaya lokal yang sudah ada secara turun-temurun di masyarakat Indonesia. Dalam membangun jaringan distribusi masyarakat bekerjasama dengan sistem gotongroyong. Untuk pemeliharaan, setiap pengguna menyisihkan sejumlah iuran, untuk memperbaiki bangunan yang rusak atau mengganti pipa-pipa yang pecah karena sesuatu hal. Segala masalah yang menyangkut pengelolaan air, dimusyawarahkan dalam pertemuan antar pengguna. Dalam pengelolaannya pemerintah dalam hal ini lembaga Desa ataupun pihak swasta dapat ikut mengelola keberlangsungan pengelolaan air ini. Misalnya dengan memberikan bantuan ataupun ikut serta dalam menjaga pegunungan agar tetap hijau bersama masyarakat.
Pada tahap ketiga merupakan tahap monitoring dan evalusi, pada tahap ini program pengelolan air bersama masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal dimasyarakat ditinjau dampak terhadap 3 unsur keberlanjutan ekonomi,sosial, dan lingkungan. Ketiga indikator ini menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan program. Apabila berhasil program selanjutnya bisa menjadi saran kebijakan oleh pemerintah pusat, apabila tidak berhasil maka dilakukan evaluasi kembali dari awal.
Penutup
Dalam memanfaatkan air, yang secara turun-temurun telah dilakukan masyarakat, berbekal dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, sehingga sumber air tetap terpelihara dengan baik. Secara sadar masyarakat telah dapat mengintegrasikan antara kearifan lokal yang dimiliki sejak lama dengan teknologi, terutama teknologi yang bersifat tepat guna. Mengingat pemanfaatan air dari mata air semakin kompleks, perlu dipertahankan kearifan lingkungan yang sudah ada, terutama pada generasi muda agar nilai-nilai kearifan lingkungan tidak semakin memudar. Sedangkan menurut (Asdak,2015), kearifan lokal konservasi sumber daya air tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan program konservasi air. Dalam hal ini, pengakuan pemerintah terhadap masyarakat adat (yang memiliki kearifan lokal) harus jelas dan sungguh-sungguh (misalnya dikukuhkan melalui Perda). Perlu diterapkan peraturan yang jelas terhadap pemanfaatan air, agar di kemudian hari tidak menimbulkan konflik pemanfaatan air mata air tersebut. Sesugguhnya permasalahan air ataupun lingkungan menurut Otto Soemarwoto dalam bukunya yang menyatakan “Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahkluk hidup, khususnya manusia, dengan lingkungan hidupnya” (Soemarwotto, 2004).












Daftar Pustaka
Asdak, C. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Berbasis Ekosistem. Makalah pada Pertemuan Forum DAS Tingkat Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta, 10-11 Desember 2009.
Asdak, C. 2015. Manajemen Konservasi Sumber Daya Air Terpadu: Pra-syarat Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. 20 Agustus 2015.
Ernawi, Imam Santoso. 2009. Kearifan Lokal dalam Prespektif Penataan Ruang. Dalam Respati Wikantiyoso dan Pindo Tutuko (Ed.). Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota. Malang: Group Konservasi Arsitektur dan Kota Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang. 
Randall, A. 1982. Resources Economic, an Economic Approach to Natural Resources and Environment Policy. Illiois.
Republik Indonesia. 2014. Undang-undang (UU) Nomor 37 tahun 2014  tentang Konservasi Tanah dan Air.
Siswadi, Taruna T dan Purnaweni H. 2011. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Mata Air ( Studi Kasus di Desa Purwogodo, Kecamatana Boja Kabupaten Kendal).Jurnal Ilmu Lingkungan. Program Pascasarajana UNDIP.
Siswadi, Taruna, T., dan Purnaweni, H., 2011. Kearifan Lokal dalam Melestarikan Mata Air (Studi Kasus di Desa Purwogondo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal). Jurnal Ilmu Lingkungan.
Sudarmadji1, Darmakusuma Darmanto, Margaretha Widyastuti1dan Sri Lestari. 2106. Pengelolaan Mara Air Untuk Penyediaan Air Rumah Tangga Berkelanjutan Di Lereng Selatan Gunug Merapi. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Sekolah Pascarajana UGM, Yogyakarta.
Sudarmadji, Suprayogi, S., dan Setiadi, 2010. Konservasi Mata air Berbasis Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim. Laporan Penelitian. Sekolah Pascarajana UGM, Yogyakarta.
Soemarwoto, Otto. 2001. Atur diri Sendiri, Paradigma   Baru    Pengelolaan    Lingkungan Hidup. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta
GWP. 2000. Integrated Water Resources Management. Global Water Partnership. TAC Background Papers Number 4. Stockholm, Sweden.


Comments

Popular posts from this blog

Geografi Pariwisata ( MICE SEBAGAI POTENSI PARIWISATA DI INDONESIA)

Pemanfaatan Aplikasi SIG Untuk Pengembangan Bandara

Kondisi Petani dan Pertanian di Indonesia